hari ini, aku, mahasiswa angkatan 55, ikut bantu-bantu di acara reuni fakultas angkatan 2–16. the age gap is more than 50 years! bahkan dulu nama fakultasnya masih fatemeta, sekarang namanya fateta. tapi merahnya tetap sama. seperti kata Pak Winarno, “we are birds with the same red feathers.”
“kalau mengambil air, jangan lupakan siapa yang menggali sumurnya.” beliau-beliau yang hebat ini adalah penggali sumur tempatku menimba ilmu tiga tahun ke belakang. pemilik dari nama-nama yang selama ini cuma kulihat di sampul buku atau dinding fakultas, yang selama ini cuma kudengar dari cerita orang. dari yang dulu merupakan fakultas underdog sampai yang sekarang merupakan salah satu penyumbang prestasi terbanyak. baru hari ini aku terpikir, awalnya pasti sulit. mungkin ada banyak keraguan. tapi perjuangan mereka membawa manfaat yang berkelanjutan bagi banyak orang. sering kali kita ragu untuk memperjuangkan sesuatu karena takut tidak akan layak di masa depan. tapi aku jadi yakin, memperjuangkan sesuatu sekecil apapun itu, kalau niatnya baik, inshaallah hasilnya akan baik juga. semuanya juga mulai dari nol.
selain apresiasi kepada para dosen, diputarkan juga beberapa video tentang sejarah fakultas. sejarah yang selama ini sudah sering diceritakan dan diminta untuk dicari tahu di masa-masa orientasi. tapi kali ini rasanya berbeda. rasanya lebih hidup dan lebih ngena ke hati. aku rasa salah satunya karena interaksi manusia yang ada di ruangan ini; interaksi manusia membuat sejarah menjadi hidup. beliau-beliau di sini adalah pemeran sejarah tersebut dan aku adalah seorang penonton yang tepuk tangan sambil berdiri dengan kagum dan berpikir, sejarah apa yang akan kuperankan? yang dulu aku cuma sekadar mengetahui sejarah, sekarang memaknai sejarah. kurasa inilah pentingnya diadakan acara seperti ini dan pentingnya kesadaran generasi muda untuk memaknai (bukan cuma mengetahui) sejarahnya. hari ini jas merah bukan cuma berarti jangan sekali-kali melupakan sejarah, tapi juga berarti warna merah dari sejarah tersebut.
fakultasku ini sudah melewati jalan yang panjang, melewati lembah, menyusuri sungai, sampai akhirnya tiba di puncak gunung. batas apa lagi yang bisa didobrak, meluncur ke luar angkasa?
menutup pidatonya, pak Winarno berkata, “pastikan dirimu meninggalkan sesuatu yang mulia.” beliau-beliau sudah melakukannya untuk kita. kita, peninggalan apa yang akan kita berikan?